Di sebuah kebun hijau yang penuh kehidupan, hiduplah Lili, si daun muda yang selalu penasaran akan dunia di sekitarnya. Setiap pagi, ia menatap Matahari yang bersinar hangat sambil bertanya kepada Mentor, si daun tua yang bijaksana, “Mentor, mengapa kita harus bekerja keras setiap hari—menyerap cahaya, air, dan udara?”
Mentor si daun tua tersenyum lembut. “Lili, apa yang kita lakukan ini disebut fotosintesis, sebuah proses ajaib yang membuat kita hidup dan memberi manfaat kepada seluruh makhluk di bumi.”
Tepat saat itu, Matahari bersinar lebih cerah dan seolah menatap Lili sambil berkata,
“Hei, Lili! Aku akan memberimu cahaya agar kamu bisa bekerja.”
Lili tersenyum cerah.
“Terima kasih, Matahari. Aku akan mengubah cahayamu menjadi energi!”
Mentor pun mulai menjelaskan, “Energi dari sinar matahari membantu kita memecah air (H2O) menjadi hidrogen dan oksigen. Hidrogen kemudian bergabung dengan karbon dioksida (CO2) yang masuk lewat stomata (pori-pori kecil di permukaan daun) untuk membentuk glukosa (C6H12O6). Glukosa inilah yang menjadi sumber energi bagi tanaman untuk tumbuh, sementara oksigen kita lepaskan ke udara agar manusia dan hewan dapat bernapas.”
Tak lama kemudian, Air yang mengalir dari akar menetes lembut dari daun, sambil berbisik, “Aku siap memberi hidrasi agar fotosintesis berjalan lancar.”
Karbon dioksida yang masuk melalui stomata berkata, “Aku akan menjadi bagian dari glukosa yang memberi energi.”
Angin yang berhembus pelan menimpali, “Aku akan membantu menyebarkan oksigen ke udara.”
Sementara itu, bunga-bunga di sekitar Lili tersenyum manis, “Aku akan menggunakan glukosa itu untuk tumbuh dan memberi warna pada kebun.”
Lili pun tersenyum bahagia. Ia menyadari bahwa semua unsur di kebun bekerja sama, seperti kebaikan yang diam-diam memberi manfaat bagi banyak makhluk.
Namun suatu hari, hujan deras mengguyur kebun. Awan gelap menutupi cahaya matahari, dan angin kencang membuat daun-daun bergoyang hebat. Lili yang biasanya ceria mulai menggigil.
“Mentor, aku tidak yakin bisa tetap bekerja tanpa sinar matahari, ” keluhnya.
Mentor Daun menatapnya lembut.“Jangan khawatir, Lili. Fotosintesis memang melambat saat cahaya berkurang, tapi tidak berhenti sepenuhnya. Klorofil kita bisa menangkap cahaya dari berbagai spektrum, bukan hanya yang tampak oleh mata. Lagipula, glukosa yang sudah kita hasilkan sebelumnya dapat disimpan sebagai energi cadangan.”
Tiba-tiba, Matahari muncul samar di balik awan, menembus hujan dengan sinar hangatnya. “Aku tetap mengirimi kalian cahaya, meski sedikit,” bisiknya lembut.
Lili mengangkat daunnya, merasakan tetesan air hujan mengalir di permukaannya. Air pun berkata,
“Aku akan terus mendukungmu, Lili. Tetaplah menyerapku agar fotosintesis terus berjalan.”
Karbon dioksida juga berbisik pelan, “Aku masih di sini, siap menjadi bagian dari glukosa yang memberi energi padamu.”
Beberapa waktu kemudian, langit kembali cerah. Lili menatap kebun yang segar dan berkilau setelah hujan, lalu tersenyum. Ia akhirnya mengerti sesuatu yang penting.
“Ternyata, meski cuaca tidak selalu bersahabat, fotosintesis tetap bisa berlangsung berkat kerja sama semua elemen, matahari, air, karbon dioksida, dan angin. Kebaikan pun sama: ia butuh kesabaran, ketekunan, dan kerja sama, agar bisa memberi manfaat bagi makhluk lain, meski kadang takterlihat.”
𝐏𝐞𝐫𝐭𝐚𝐧𝐲𝐚𝐚𝐧 𝐑𝐞𝐟𝐥𝐞𝐤𝐭𝐢𝐟:
Jika salah satu elemen (misalnya air atau CO2) tidak tersedia, apa yang kira-kira terjadi pada fotosintesis dan energi yang dihasilkan Lili? Bagaimana hal ini bisa dibandingkan dengan situasi dalam kehidupan nyata ketika seseorang bekerja tanpa dukungan orang lain?
Komentar
Bagus memancing motivasi rasa ingin tahu yg tinggi.\r\n.lanjutkan ...
Sangat cocok untuk di bahas