Setiap pagi di Desa Tanjung Harapan, suara ayam berkokok menandakan hari baru dimulai. Di desa kecil itu, sekolah terdekat berjarak hampir 5 kilometer dan hanya bisa ditempuh lewat jalan tanah yang berlumpur. Namun bagi seorang anak bernama Nabila, jarak dan lumpur bukan alasan untuk berhenti belajar.
Nabila duduk di kelas VIII SMP Negeri yang terletak di kecamatan sebelah. Setiap hari ia berangkat pukul 05.00 pagi, membawa tas kecil dan sandal jepit yang sudah usang. Kadang ia harus melewati sungai kecil tanpa jembatan, hanya berpijak pada batang pohon kelapa yang dijadikan titian oleh warga.
Musim hujan menjadi masa tersulit. Jalan yang biasanya kering berubah menjadi kubangan lumpur. Sering kali Nabila tergelincir, bahkan bajunya kotor sebelum sampai sekolah. Tetapi setiap kali ibunya menyarankan untuk libur saja, Nabila selalu menjawab,
“Kalau aku berhenti hari ini, berarti aku menyerah kalah pada mimpi sendiri.”
Semangatnya membuat teman-temannya kagum. Beberapa kali, Nabila datang basah kuyup, namun tetap tersenyum saat masuk kelas. Guru-gurunya pun bangga melihat tekadnya. Ia selalu duduk di bangku depan dan mendengarkan pelajaran dengan penuh perhatian.
Suatu hari, sekolah mengadakan lomba cerdas cermat antar kelas. Banyak teman Nabila ragu untuk ikut mendaftar karena tahu persaingan akan ketat. Namun Nabila berkata, “Tidak apa-apa kalau kalah, yang penting aku berani mencoba.” Akhirnya ia ikut lomba, berlatih setiap malam dengan penerangan seadanya dari lampu minyak.
Saat hari lomba tiba, Nabila tampil percaya diri. Meski sempat gugup, ia berhasil menjawab beberapa pertanyaan sulit dan mengantarkan kelompoknya menjadi juara kedua. Seluruh siswa bertepuk tangan. Guru Matematika, Pak Anton, berkata,
“Semangatmu lebih berharga dari piala, Nabila. Kamu membuktikan bahwa
keterbatasan bukan alasan untuk berhenti berjuang.”
Kisah Nabila pun menyebar ke seluruh desa. Warga mulai tergerak untuk memperbaiki jalan setapak menuju sekolah. Para orang tua bergotong royong, membuat jembatan bambu agar anak-anak lain bisa berangkat sekolah lebih mudah.
Kini setiap pagi, Nabila tidak lagi berjalan sendiri. Ia ditemani beberapa teman yang dulu sering absen karena sulit datang ke sekolah. Nabila tersenyum bahagia melihat perubahan itu. Dalam hatinya, ia tahu bahwa perjuangannya tidak sia-sia.
“Belajar bukan tentang seberapa mudah jalannya,” pikir Nabila, “Tetapi tentang seberapa besar tekad untuk terus melangkah.”
𝗣𝗲𝘀𝗮𝗻 𝗠𝗼𝗿𝗮𝗹:
Semangat belajar harus tetap menyala meskipun keadaan sulit. Keterbatasan bukan penghalang untuk meraih cita-cita, justru menjadi ujian yang membentuk karakter, ketekunan, dan keberanian untuk terus berjuang.
𝗣𝗲𝗿𝘁𝗮𝗻𝘆𝗮𝗮𝗻 𝗘𝘀𝗮𝗶
1. Jelaskan alasan mengapa Nabila tetap semangat berangkat ke sekolah meskipun harus menempuh jalan yang sulit!
2. Bagaimana sikap guru dan teman-teman terhadap perjuangan Nabila?
3. Apa yang dilakukan masyarakat desa setelah mengetahui perjuangan Nabila untuk sekolah?
4. Nilai-nilai karakter apa yang ditunjukkan Nabila dalam cerita tersebut?
5. Menurut pendapatmu, apa makna kalimat “Belajar bukan tentang seberapa mudah jalannya, tetapi tentang seberapa besar tekad untuk terus melangkah”?
Komentar
Belum ada komentar.