Suasana pagi di SMP Pelita yang terletak disebuah desa kecil terasa cerah. Udara pagi selalu segar, suara ayam bersahutan, dan burung-burung berkicau di halaman sekolah yang rindang menyambut kedatangan para siswa ke sekolah. Di sekolah ini, siswa-siswinya berasal dari berbagai latar belakang agama, suku, dan budaya. Meskipun berbeda-beda, mereka belajar dan bermain bersama setiap hari.
Salah satu siswa kelas 8, Dita, dikenal sebagai anak yang ceria dan suka membantu teman-temannya. Suatu hari, saat upacara bendera, Dita memperhatikan Rani, teman sekelasnya, tampak murung. Setelah upacara selesai, Dita menghampiri Rani dan bertanya dengan lembut,
“Rani, kenapa kamu kelihatan sedih?”
Rani menjawab pelan, “Besok ada lomba kebersihan kelas, tapi aku tidak bisa ikut bersih-bersih sore ini. Aku harus ikut ibadah di rumah ibadah kami.”
Dita mengangguk mengerti. “Tidak apa-apa, Ran. Aku dan teman-teman yang lain akan bantu bersih-bersih kelas. Kamu tetap bisa ikut lomba besok.”
Rani terlihat lega dan berterima kasih.
Keesokan harinya, kelas mereka menjadi yang paling bersih dan rapi. Berkat kerja sama dan pengertian, kelas 8B berhasil menjadi juara lomba kebersihan. Guru wali kelas mereka, Bu Rika, tersenyum bangga. “Inilah contoh sikap saling menghargai dan bertoleransi,” ucapnya.
Beberapa minggu kemudian, giliran Dita yang tidak bisa ikut kegiatan ekstrakurikuler pada Jumat sore karena harus menemani ibunya ke rumah sakit. Saat itu, teman-teman Dita, termasuk Rani, dengan senang hati membantunya mencatat semua kegiatan dan menyampaikan laporan. “Sekarang giliran kami bantu kamu, Dit,” kata Rani sambil tersenyum.
Seiring berjalannya waktu, siswa-siswi di SMP Pelita belajar bahwa perbedaan bukan alasan untuk terpecah, melainkan kesempatan untuk saling melengkapi. Mereka sering mengadakan kegiatan bersama seperti Festival Budaya Sekolah, di mana setiap siswa bisa menampilkan pakaian adat, tarian, atau makanan khas dari daerah atau kepercayaannya masing-masing. Suasana selalu meriah dan penuh warna, seperti pelangi yang indah.
Pada suatu kesempatan, Kepala Sekolah, Pak Anwar, memberikan pesan penting saat upacara. “Anak-anak, kalian semua berbeda, tapi perbedaan itu adalah anugerah. Toleransi bukan sekadar kata, tapi tindakan nyata seperti saling membantu, menghargai, dan mendukung satu sama lain.”
Kata-kata itu tertanam kuat di hati Dita dan Rani. Mereka menyadari bahwa sikap saling menghargai membuat lingkungan sekolah menjadi tempat yang aman, nyaman, dan penuh kebahagiaan. Sekolah mereka pun dikenal sebagai sekolah yang damai dan harmonis.
𝗣𝗲𝗿𝘁𝗮𝗻𝘆𝗮𝗮𝗻
1. Mengapa tindakan Dita terhadap Rani dapat disebut sebagai bentuk toleransi?
2. Menurutmu, apa yang akan terjadi jika Dita tidak mau membantu Rani saat lomba kebersihan kelas?
3. Bagaimana Festival Budaya di sekolah dapat membuat hubungan antar siswa menjadi lebih baik?
4. Apa maksud ucapan kepala sekolah bahwa perbedaan adalah anugerah?
5. Sebutkan satu contoh sikap toleransi yang bisa kamu lakukan di sekolahmu dan jelaskan alasannya.
Komentar
Belum ada komentar.