Nisa dan Kursi di Barisan Depan

Penulis: Nika Sulis Setyowati | 13 Oct 2025 | Pengunjung: 493
Cover
Di sebuah SMP yang terletak di pinggir kota, hiduplah seorang siswi bernama Nisa. Ia duduk di kelas tujuh dan dikenal sebagai anak yang rajin, sopan, dan pandai. Setiap pagi Nisa selalu datang lebih awal di sekolah. Ia senang duduk di bangku paling depan karena dari situ ia bisa lebih mudah melihat papan tulis dan memperhatikan penjelasan guru dengan fokus.

Suatu hari, saat Nisa baru saja meletakkan tasnya di kursi barisan depan, datanglah seorang murid baru bernama Siti. Wajah Siti terlihat canggung dan sedikit gugup. Ia menatap sekeliling kelas, mencari tempat duduk yang kosong. Guru mereka, Bu Rini, tersenyum dan berkata,
“Nisa, bolehkah Siti duduk di sebelahmu? Ia murid baru, dan belum mengenal siapa pun di sini.”
Nisa terdiam sejenak. Ia sebenarnya ingin duduk sendiri agar lebih fokus belajar, tapi ketika melihat wajah Siti yang malu-malu dan ketakutan, hatinya luluh. Dengan senyum hangat, ia berkata,
“Tentu saja boleh, Bu. Siti, duduk di sini saja. Tasnya bisa kamu taruh di sampingku.”
Siti tersenyum lega dan berterima kasih. Sejak hari itu, mereka duduk bersama. Namun, tak lama kemudian, muncul masalah kecil. Siti sering berbicara saat guru sedang menjelaskan. Ia juga terkadang meminjam pensil atau penghapus tanpa izin. Nisa mulai merasa terganggu, tetapi ia berusaha bersabar.

Suatu hari, ketika jam pelajaran sedang berlangsung, Bu Rini melihat Siti sedang menyontek dari buku Nisa. Bu Rini pun menegurnya dengan lembut. Siti menunduk malu dan hampir menangis. Setelah pelajaran selesai, teman-teman yang lain mulai menertawakan dan mengolok-olok Siti.
Melihat hal itu, Nisa berdiri dan berkata dengan suara tegas,
“Teman-teman, jangan menertawakan Siti. Setiap orang bisa berbuat salah. Lebih baik kita menasihatinya dengan baik daripada mengejek.”
Kelas pun hening seketika. Siti menatap Nisa dengan mata berkaca-kaca. Setelah semua tenang, Nisa menghampirinya dan berkata dengan lembut,
“Siti, lain kali kalau kamu belum paham pelajaran, tanya saja padaku. Aku akan bantu. Tapi jangan menyontek lagi ya, karena itu tidak baik.”
Siti mengangguk pelan. Sejak saat itu, ia berusaha memperbaiki sikapnya. Ia belajar lebih giat dan menjadi lebih sopan kepada teman-temannya. Ia merasa sangat beruntung memiliki teman seperti Nisa yang tidak hanya pintar, tetapi juga sabar dan menghormati orang lain, meskipun mereka baru kenal.

Hari-hari pun berlalu dengan penuh keakraban. Nisa dan Siti menjadi sahabat baik. Mereka sering belajar bersama, saling membantu, dan saling menghormati perbedaan satu sama lain.Bu Rini merasa bangga karena murid-muridnya bisa belajar pentingnya saling menghormati—tidak hanya kepada guru, tetapi juga kepada teman, terutama yang sedang berbuat salah.

Pada akhir semester, Bu Rini berkata kepada semua murid,
“Anak-anak, menghormati bukan hanya dengan kata-kata sopan, tetapi juga dengan sikap. Ketika kalian menolong teman tanpa menghina, ketika kalian memberi kesempatan orang lain untuk belajar dari kesalahannya, itulah bentuk penghormatan yang sejati.”
Nisa tersenyum. Ia sadar bahwa saling menghormati membuat suasana sekolah menjadi lebih damai dan penuh kasih. Ia belajar bahwa setiap orang layak dihargai, meskipun berbeda sifat, kebiasaan, atau kemampuan.

𝗣𝗲𝗿𝘁𝗮𝗻𝘆𝗮𝗮𝗻 𝗣𝗲𝗺𝗮𝗵𝗮𝗺𝗮𝗻
1. Mengapa Nisa mengizinkan Siti duduk di sebelahnya meskipun awalnya ia ingin duduk sendiri?
2. Apa yang dilakukan Nisa ketika teman-temannya menertawakan Siti?
3. Bagaimana cara Nisa menunjukkan sikap saling menghormati kepada Siti?
4. Menurutmu, mengapa kita harus menghormati teman yang berbuat salah, bukan malah menghina mereka?
5. Nilai-nilai apa dari kisah Nisa dan Siti yang bisa kamu terapkan di sekolah atau rumah?

Komentar

Fajar Budhianto 2025-10-15 06:07:38

Bagus sekali ceritanya

← Kembali ke Daftar Artikel