Fitnah Terhadap Buaya Dan Anjing

Penulis: Nurwahyudi Agustiawan | 07 May 2025 | Pengunjung: 21
Cover
Dalam budaya populer, istilah 'buaya darat' sering digunakan untuk menggambarkan pria yang tidak setia. Buaya sering kali diasosiasikan dengan ketidaksetiaan, sementara anjing dianggap sebagai lambang kebrengsekan. Underdog dalam bahasa Indonesia berarti orang atau kelompok yang tidak diunggulkan atau pecundang dalam sebuah komunitas. Persepsi ini terbentuk secara turun-temurun. Entah siapa dan kapan pencetusannya. Tentu 'fitnah' ini ditiupkan oleh orang berpengaruh sehingga dianggap benar dan mendapatkan sambutan luar biasa.

Meskipun sering diasosiasikan dengan ketidaksetiaan, buaya dan anjing sebenarnya adalah hewan yang sangat setia. Sebuah penelitian selama 10 tahun di Suaka Margasatwa Rockefeller, Louisiana, Amerika Serikat, menunjukkan bahwa buaya memilih pasangan yang sama setiap musim kawin, meskipun mereka memiliki banyak kesempatan untuk mencari pasangan baru.

Anjing dikenal luas sebagai hewan yang sangat setia kepada pemiliknya. Kepekaan anjing terhadap emosi pemiliknya membuat mereka mampu merasakan perasaan dan kebutuhan manusia. Salah satu contoh terkenal adalah kisah Hachiko, anjing yang menunggu pemiliknya setiap hari di stasiun kereta Shibuya, Tokyo, bahkan setelah pemiliknya meninggal dunia. Hachiko berasal dari kata hachi merujuk pada angka delapan yang dalam bahasa Jepang memiliki simbol keberuntungan. Kesetiaan Hachiko tak pernah luntur walaupun pemiliknya sudah meninggal di tempat lain. Hachiko tetap menunggu kepulangannya di depan stasiun selama 10 tahun, sebelum ajal menjemputnya.

Lain lagi pandangan budaya Betawi yang menganggap buaya adalah hewan setia. Kesetiaan ini tercermin dalam hadirnya roti buaya dalam resepsi pernikahan. Roti buaya menjadi simbol kesetiaan dalam pernikahan. Roti buaya dihadirkan dalam upacara pernikahan sebagai lambang harapan agar pasangan selalu setia hingga maut memisahkan .

Persepsi kita terhadap hewan-hewan ini mencerminkan bagaimana kita memandang kesetiaan dalam hubungan manusia. Kita perlu meninjau kembali simbol-simbol yang kita gunakan dan memastikan sesuai dengan fakta yang sesungguhnya terjadi. Berhubungan dengan nilai-nilai yang kita anut tentang kesetiaan dan komitmen. Dengan memahami fakta, kita dapat lebih bijaksana dalam menilai dan menggunakan simbol-simbol dalam budaya, sehingga terhindar dari 'fitnah' kepada sesama.

Komentar

Belum ada komentar.

← Kembali ke Daftar Artikel