Cover Image
Di setiap populasi secara alamiah selalu tunduk pada hukum statistik. Hukum Statistik yang membagi setiap populasi menjadi tiga kelompok. Kelompok atas, kelompok tengah dan kelompok bawah. Kalau tinjauan dalam suatu populasi mengenai sikap proaktif maka ada kelompok proaktif, kelompok pasif dan kelompok yang berada di tengah-tengah. Disebut proaktif tidak, disebut pasif juga tidak. Setengah proaktif setengah pasif begitu. Kelompok proaktif dan kelompok pasif jumlahnya lebih kecil dibanding kelompok tengah-tengah. Dari sisi emosi kelompok proaktif relatif tidak stabil, sebagian besar yang dijumpai selalu saja tidak sesuai dengan yang mereka harapkan, karena yang menjadi ukuran adalah keinginan mereka. Mereka menginginkan semuanya proaktif, semuanya idealis, semuanya berprestasi seperti mereka. Kelompok tengah-tengah relatif lebih stabil, mereka memahami keadaan apa adanya, menjalaninya seperti air mengalir, tidak banyak keiginan, tidak bernafsu melakukan perubahan dan tidak berpikir prestasi. Kelompok pasif sangat stabil, karena lebih banyak bersikap masa bodoh, cuek, ndableg, nampak tidak merasa bersalah walaupun melakukan kesalahan. Sikap inilah yang sering membuat kelompok proaktif menjadi gusar, marah, kecewa. Bahkan putus asa ketika dalam populasi formal, kelompok pasif tidak menampakkan perubahan ke arah kemajuan.

Contoh populasi formal misalnya populasi guru yang ada di sebuah sekolah. Walaupun namanya guru tidak luput dari hukum statistik di atas. Jadi ada guru proaktif, ada guru setengah proaktif setengah pasif dan ada guru pasif. Pasif yang dimaksud tentunya relatif dibandingkan proaktif. Guru proaktif menginginkan sekolahnya berjalan sesuai aturan, ada impian, ada rencana dan ada tindakan. Dari hari ke hari dari tahun ke tahun mereka mendambakan sekolahnya mengalami perubahan ke arah kemajuan. Konsekuensinya harus rela lebih repot. Celakanya semua yang digagas tidak bisa dilaksanakan sendirian, mereka membutuhkan dukungan dari kelompok tengah maupun kelompok pasif. Kelompok proaktif kadang kurang sabar, mereka bernafsu sekali mewujudkan impiannya secepat-cepatnya. Namun mereka tidak bisa menghegemoni sekolah dengan dalih cita-cita mulia mereka. Ya begitulah karena sekolah merupakan kerja team. Sehebat apapun kelompok proaktif jika tidak mendapat dukungan dari semua kelompok hanya akan berbuah keputus asaan. Jika itu yang terjadi, ungkapan seperti ini menjadi sering dilontarkan ‘Enak jadi guru pasif kalau begini ini. Tidak pernah repot, tidak pernah stres sementara gaji yang diterimapun sama. Lantas apa bedanya antara proaktif dan pasif ? Mulai saat ini saya pilih jadi guru pasif saja. Apa untungnya memikirkan sekolah, malah bikin stres saja.’ Ungkapan ini sesungguhnya hanya luapan emosi sesaat saja. Guru yang proaktif tidak bisa serta merta bermetamorfosis menjadi guru pasif, karena pasif bukan karakternya. Ingin menjadi pasif itu hanya ucapan dibibir saja batinnya berontak, sementara yang dilakukan tetap mencerminkan sosok guru yang proaktif. Apa pula untungnya iri pada kepasifan. Jika guru yang proaktif iri terhadap temannya yang pasif, itu berarti mereka belum ikhlas dalam melaksanakan tugas. Sikap proaktifnya dikira untuk orang lain. Padahal tidak demikian. Semua yang kita kerjakan pada hakekatnya adalah untuk diri kita sendiri. Bersikap proaktif berarti berbuat proaktif pada diri sendiri. Buahnyapun yang memetik adalah diri sendiri. Masa menyesal berbuat baik pada diri sendiri ? Jangan dikira pasif itu enak, enjoy dan tanpa masalah.

Sebenarnya guru pasif ini menderita juga, mereka iri kepada teman-temannya yang proaktif. Mereka ingin juga mendapatkan penghargaan yang paling esensial dalam hidup, penghargaan yang tidak bisa dibeli dengan apapun. Penghargaan itu bernama pengakuan. Pengakuan tentang kelebihan-kelebihan dibanding orang lain. Pengakuan ini jangan dipandang remeh, karena pengakuan selanjutnya melahirkan kepercayaan, kepercayaan terhadap seseorang karena kemampuannya yang tidak dimiliki orang lain. Kemampuan kemudian membuahkan prestasi. Prestasi tidak selalu identik dengan kejuaraan atau pertandingan. Membuat suasana menjadi menyenangkan itu merupakan sebuah prestasi. Membuat persoalan menjadi mudah itu juga merupakan prestasi. Siapa yang tidak bangga mempunyai prestasi ?