Sudah lama saya menghapus data tanggal lahir di Facebook. Alasannya sederhana, setiap kali tiba hari ulang tahun, ucapan selamat membanjiri akun saya, tidak hanya di Facebook, tetapi juga di media sosial lainnya. Terus terang, saya kewalahan membalasnya, apalagi jika ucapannya disampaikan melalui pesan pribadi. Jika tidak dibalas, saya khawatir akan menimbulkan kesan kurang berkenan. Sejak itu, setiap kali ulang tahun tiba, saya merasa lebih nyaman. Hanya beberapa orang saja yang mungkin benar-benar ingat tanggal lahir saya.

Pagi hari, tanggal 23 Mei 2025, tiba-tiba saya menerima ucapan selamat ulang tahun dari grup WhatsApp komunitas kecil yang saya ikuti. Saya biarkan saja dulu, niatnya akan saya balas nanti saat ada waktu senggang. Namun, saat berhenti di lampu merah dalam perjalanan ke sekolah, saya membuka WhatsApp dan mendapati bahwa beberapa grup lain juga mengirimkan ucapan serupa. Waduh, rupanya ada saja yang ingat. Tidak menutup kemungkinan, anggota dari satu grup juga berada di grup lainnya bersama saya, sehingga informasi menyebar dengan cepat. Saya hanya bisa tersenyum dan berpikir, nanti saja kalau sudah longgar akan saya balas semuanya.

Sungguh, tidak ada yang salah dari ucapan selamat ulang tahun, bahkan saya yakin setiap ucapan itu disertai doa dan harapan yang tulus. Namun, entah mengapa, saya selalu merasa malu jika menjadi pusat perhatian. Saya juga tidak pernah mengadakan perayaan khusus seperti potong kue atau tumpeng. Paling-paling, jika ada teman atau saudara yang meminta traktiran, saya akan melayaninya dengan senang hati.

Setiba di sekolah pagi itu, saya tidak langsung menuju kantor. Saya melihat beberapa siswa di sekitar halaman dan mengajak mereka untuk membantu memindahkan pot-pot bunga. Rencananya memang pagi itu akan ada kerja bakti. Biasanya, dalam kegiatan seperti ini, bapak dan ibu guru sudah berkumpul bersama siswa di halaman depan atau samping sekolah. Tapi pagi itu, saya tidak melihat satu pun dari mereka. Saya pikir mungkin mereka sedang ada di belakang sekolah.

Saat sedang sibuk menata pot bunga bersama anak-anak, Mas Andik, salah satu karyawan sekolah, menghampiri saya dan menyampaikan bahwa ada tamu yang menunggu di ruang tamu. Saya pun bergegas menuju ke sana bersamanya.

Begitu saya melangkah masuk ke ruang tamu, tiba-tiba terdengar lagu "Selamat Ulang Tahun"-nya Jamrud dinyanyikan bersama oleh semua bapak ibu guru dan karyawan. Pak Narto, guru senior kami, membawa kue ulang tahun dan berjalan ke arah saya dengan senyum lebar. Ternyata pagi itu mereka menyiapkan kejutan ulang tahun untuk saya.

Saya tidak kuasa menahan rasa haru. Mata ini terasa panas dan nyaris basah oleh air mata. Bukan karena keseruan perayaan, melainkan karena ketulusan mereka. Di balik kesederhanaan perayaan itu, saya merasakan kehangatan yang luar biasa, persaudaraan yang erat, dan cinta yang tulus dari keluarga besar sekolah ini.

Hari itu saya belajar satu hal: bahwa perhatian yang tulus dan kasih sayang yang sederhana bisa menyentuh hati lebih dalam daripada gemerlap perayaan besar. Saya bersyukur dikelilingi oleh orang-orang yang tidak hanya mengingat tanggal lahir saya, tapi juga mengisi hari-hari saya dengan kebersamaan yang bermakna. Ulang tahun bukan lagi soal usia yang bertambah, tapi tentang rasa syukur yang kian dalam atas hidup, atas kesempatan, dan atas orang-orang yang mengisi hari-hari saya dengan kebaikan.